Oleh : Febry Indra Gunawan Sitorus, S.H.
Transaksi keperdataan menitikberatkan kepada proses formil. Hal ini ditandai dengan berbagai akta atau dokumen yang lahir sebagai hasil dari transaksi keperdataan. Sejalan dengan itu pula, kebenaran yang dicari dalam proses peradilan perdata adalah kebenaran formil yang mana menitikberatkan kepada kebenaran yang didasarkan pada formalitas-formalitas hukum. Dapatlah disebut kebenaran tersebut sebagai kebenaran dokumentatif.
Tak jarang ada dimensi perbuatan pidana dalam setiap transaksi keperdataan. Misalnya yang paling sering menjadi masalah adalah pemalsuan tanda tangan dalam sebuah dokumen. Seringkali bukti-bukti berupa dokumen atau akta yang diajukan dibuat dengan kepalsuan misalnya tanda tangan palsu. Jika demikian, apakah Majelis Hakim Pemeriksa Perkara Perdata dapat menentukan sendiri sebuah dokumen adalah asli atau palsu atau setidak-tidaknya tanda tangan yang dibubuhkan dalam dokumen adalah asli atau palsu?
Mengingat kedudukan persidangan perdata adalah proses untuk mencari kebenaran formil maka proses persidangan perdata tidak memiliki kompetensi untuk menentukan sebuah dokumen atau akta adalah palsu atau tidak.
M. Yahya Harahap berpendapat bahwa suatu akta yang diperlihatkan sebagai alat bukti harus dianggap dan diperlakukan sebagai akta kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya maka akta tersebut harus diterima kebenarannya sebagai akta.
Sejalan dengan itu, Yurisprudensi MA RI dalam Putusan No. 1974 K/Pdt/2001 menyatakan bahwa “untuk menentukan suatu tanda tangan palsu atau tidak, harus ada pemeriksaan dari Laboratorium Kriminologi dan atau ada putusan pidana yang menyatakan tanda tangan palsu, hal ini tidak dapat dibuktikan oleh Penggugat”.
Dari putusan tersebut terdapat dua kaidah hukum yang dapat ditarik, yakni pertama untuk menentukan palsu tidaknya sebuah tanda tangan tidak dapat dilakukan sendiri oleh Majelis Hakim Perkara Perdata, dan kedua yang dapat menentukan palsu tidaknya tanda tangan yakni hasil pemeriksaan dari laboratorium kriminologi dan atau melalui putusan pidana.
Hal ini berarti tanpa ada putusan pidana pun namun jika telah ada hasil pemeriksaan dari laboratorium kriminologi yang menelaah apakah sebuah tanda tangan identik atau non identik telah dapat menjadi bukti yang kuat untuk menyatakan bahwa sebuah tanda tangan yang ada dalam bukti perdata adalah palsu atau tidak.